Minggu, 22 Juni 2014

Antara Adat, Tradisi dan Amal Ibadah di Bulan Sya'ban


Artikel dimuat di koran Radar Sangatta Kolom 'Catatan', Sabtu 21 Juni 2014 
 
 Antara Adat, Tradisi dan Amal Ibadah di Sya'ban
Saat ini kaum muslimin berada diujung akhir dari bulan sya’ban 1435 H. Bulan sya’ban adalah bulan yang sangat dimuliyakan oleh seluruh umat Islam bahkan oleh Rasul dan Allah SWT.  Rangkaian kemuliyaan bulan sya’ban ini ibarat sebuah trilogi yang berkesinambungan, yakni dimulai dengan bulan Rajab di mana di dalamnya terdapat peristiwa Isra’ mi’raj, kemudian bulan Sya’ban di dalamnya berTaburan kebajikan dan bulan Ramadhan, bulan di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Tidak mengherankan jika kemudian para ulama’ salaf selalu bermunajat agar diberkahi amalan di bulan Rajab dan Sya’ban serta dipanjang usia hingga bertemu dengan bulan Ramadhan. Mereka senantiasa melantunkan do’a Allahumma bariklana fi rajab wa sya’ban wa ballighna ramdahan. Hal ini diperkuat lagi dengan sebuah hadis populer tentang bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan. Diterangkan bahwa Rajab adalah bulannya Nabi Muhammad SAW, Sya’ban adalah bulannya Allah dan Ramadhan adalah bulannya umat Islam (HR. Muslim).
Namun menjadi persolan ketika bulan sya’ban ini disandingkan dengan bulan setelahnya yakni bulan Ramadhan. Seakan-akan bulan sya’ban tergerus dengan kemuliyaan dari bulan Ramadhan. Pada hal setiap bulan di sisi Allah memiliki nilai muliya sendiri-sendiri. Karena saking muliyanya bulan Ramadhan, hingga kaum muslimin lumrahnya melupakan kemuliyaan yang ada pada bulan sya’ban. Tidak mengherankan jika kata Rasul “bulan Sya’ban  adalah bulan di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, bulan ini bulan yang dilupakan manusia.. (HR. An-Nasa’i)
Disamping bulan sya’ban adalah bulan yang terlupakan,  bulan sya’ban oleh sebagian umat dijadikan bulan ritual untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Di sana-sini banyak tradisi umat yang mengarah kepada hal-hal yang belum tentu sesuai dengan syariat Islam. Coba kita lihat, misalnya hampir merata di seluruh wilayah tanah air, beberapa hari menjelang berakhirnya bulan Sya’ban, umat Islam di Indonesia ramai-ramai pergi berziarah kubur, kenduri, doa selamat, bersalaman dan bermaafan, bahkan ada yang melakukan “padusan” atau mandi besar yang dilakukan di sungai, danau ataupun di pantai. Pertanyaannya adalah bagaimanakah sebenarnya makna bulan sya’ban ini dan amalan apa yang sesuai dengan syariat Islam?. Hingga akhirnya umat Islam di Indonesia mampu memaknai bulan sya’ban sebagai bulan persiapan menuju bulan Ramadhan, bulan seribu bulan?.
Sya’ban Bulan Persiapan
Sebagai bulan pembuka terhadap bulan Ramadhan, sya’ban memiliki nilai penting bagi sukses ataupun tidaknya seorang muslim dalam menghadapi bulan Ramadhan. Di dalam lisanul Arab diterangkan asal kata makna sya’ban adalah ‘sya’aban’ yang berasal dari kata syi’ab, yang mempunyai makana  jalan setapak menuju puncak. Artinya bulan sya’ban adalah bulan persiapan yang disediakan oleh Allah swt kepada hambanya untuk menapaki dan menjelajahi keimanannya sebagai persiapan menghadapi puncak ‘bulan Ramadhan’. Di antara persiapan yang bisa dilakukan oleh umat Islam adalah persiapan material dan inmaterial. Namun yang paling utama tentunya persiapan inmaterial, yakni menyiapkan mental seorang muslim agar seketika Ramadhan datang umat Islam telah siap menyambutkannya dan mengoptimalkan semua fadhilah (keutamaan) yang dimiliki oleh Ramadahan.
Tentu tanpa persiapan yang matang, seseorang akan mengalami hambatan, batu sandungan sampai-sampai “gagal” dalam menghadapi bulan Ramadhan tersebut. Seorang penulis Jerman, Alvin Toffler mengungkapkan bahwa masyarakat yang tidak siap terhadap datangnya sebuah hal baru akan terjangkiti oleh kondisi psikis yang berupa kebingungan, frustasi dan disorientasi hidup. Hal ini disebutnya dengan istilah culture shock, untuk menggambarkan ketidaksanggupan menghadapi hal baru yang datang. Disisi Lain, umat Islam di Indonesia tidak berhadap hal tersebut terjadi, namun ketika kaca mata pandang ini digunakan, justru banyak umat yang bergiat dalam persiapan-persiapan menyambut bulan Ramadhan secara berlebihan. Tradisi-tradisi yang belum tentu sesuai syariat Islam di sana-sini di amalkan.
Subtansi Adat, Tradisi dan Amal Ibadah di Bulan Sya’ban
Sebagai perwujudan suka cita dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, umat Islam di Indonesia mengisinya dengan berbagai kegiatan,  baik berupa kegiatan keagamaan maupun kegiatan sosial seperti ziarah kubur, kenduri, doa selamat, bersalaman dan bermaafan, dan lain hal, yang semuanya itu adalah ungkapan kegembiraan dalam menyambut bulan Ramadhan. Sayangnya, masih banyak umat Islam di tanah air yang salah persepsi dan salah aksi dalam menyambut kedatangan bulan suci ini. Sebagian besar melakukan tradisi-tradisi tersebut atas dasar warisan budaya orang-orang tua terdahulu, sebagian lainnya melakukannya atas dasar ikut-ikutan biar ramai atau gaul, sebagian lain untuk melampiaskan nafsu syahwat, dan bahkan ada juga yang memanfaatkannya untuk meraup keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Menurut anggapan ini, amal shalih di bulan Ramadhan kurang afdhal kalau tidak diawali dengan melakukan tradisi-tradisi tersebut.
Sebenarnya, syariat Islam telah memiliki jalan keluar bagi umatnya untuk mempersiapkan diri menjelang datangnya bulan Ramadhan. Persiapan-persiapan ini terformat dan termuat dalam ketentuan-ketentuan amalan yang “sunnah” dilakukan di bulan sya’ban. Sunnah sendiri memiliki dua arti, yakni pertama, sunnah karena amalan tersebut telah pernah dilakukan oleh Rasul Muhammad SAW selama hidupnya dalam mengisi bulan sya’ban, kedua sunnah dengan makna amalan yang baik yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan sesuai dengan tuntunan dan ketentuan agama.
Pertama, amalan berupa sunnah Nabi. Di dalam bulan sya’ban banyak hadis yang telah menerangkan tentang amalan-amalan yang pernah dilakukan oleh Rasul Muhammad SAW, di antaranya adalah memperbanyak puasa sunnah. Dikatakan dalam sebuah hadis “bulan sya’ban adalah bulan yang diangkat padanya amal ibadah kepada Tuhan Seru Sekalian Alam, maka aku suka supaya amal ibadah ku di angkat ketika aku berpuasa”. ( HR. an-Nasa’i). Juga dalam redaksi hadis lain menerangkan Barang siapa berpuasa tiga hari di awal bulan Sya’ban, tiga hari di pertengahannya dan tiga hari di akhirnya. Maka niscaya Allah tulis untuk orang itu pahala tujuh puluh orang nabi, dan seperti ibadah tujuh puluh tahun, dan jiakalau orang itu meninggal pada tahun ini akan diberikan predikat mati syahid”.
Kedua, amalan sunnah yang baik. Arti sunnah di sini adalah suatu kebiasaan yang baik yang dapat dibenarkan untuk dilakukan karena tidak bertentangan dengan syari’at Islam, meskipun belum pernah dilakukan Nabi. Hal ini berdasar kepada sebuah redaksi hadis “man sanna sunatan hasanatan falahu ajrun wa ajru man ‘amila biha”, yang artinya: barang siapa yang melakukan tradisi baik, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya. Pada kasus ini amalan-amalan yang dilakukan umat Islam Indonesia baik berupa ziarah kubur, bermaaf-maafan, amal malam nisfu sya’ban, do’a bersama untuk arwah (megengan) maupun yang lainnya,  menurut penulis, amalan tersebut dapat diterima dan mubah (boleh) dilakukan, dengan ketentuan amalan tersebut bukan karena sekedar ikut-ikutan tradisi leluhur, tetapi dilakukan karena mempunyai landasan ilmu dan pengetahuan yang kuat bahwa tradisi tersebut bukan kewajiban, yang apabila tidak dilakukan maka mendapatkan dosa.  Hal inilah yang dimaksudkan oleh kaidah fiqh al-umuru bimaqasidiha (segala sesuatu kembali ke maksud dan tujuannya).  Wa’allahu a’lamu...
*Rusdian Noor Saat ini menjabat sebagai Kepala KUA Sangatta Selatan Kab Kutai Timur. Semasa menjabat kepala KUA Kaubun mengantarkan KUA Kabubun sebagai KUA Teladan tingkat Kab Kutai Timur 2014. Dan memperoleh Juara I tingkat penulisan Ilmiah se Kutai Timur golongan kepala/Pegawai KUA se Kab Kutai Timur 2014.

Kamis, 19 Juni 2014

KUA Kec Kaubun Raih Peringkat Terbaik Tiga Kategori

Setelah melaksanakan penilaian keluarga sakinah teladan beberapa bulan lalu, Kantor Kementerian Agama Kab. Kutai Timur pada hari Rabu (18/06) kembali mempunyai gawe, yakni pengukuhan keluarga sakinah, Penulis Ilmiah dan Pembaca Kitab Kuning tahun 2014 yang dilaksanak bertempat di Gedung Dharma Wanita, Komplek Perkantoran Bukit Pelangi, Sangatta.

Pada kesempatan itu hadir Wakil Bupati, H. Ardiansyah Sulaiman untuk mengukuhkan para teladan-teladan terbaik tersebut dan sekaligus memberikan selamat pada sambutannya.
Para Peraih Juara berpoto bersama setelah dikukuhkan. KUA Kec Kaubun menyabet III peringkat terbaik. Tampak Rusdian Noor Kepala KUA Kaubun (depan kiri)


KUA Kec Kaubun pada pengukuhan tersebut berhasil menyabet tiga kategori terbaik I, yakni:
1. Sebagai Peringkat I  Kategori Keluarga Sakinah, Hj. Rupidah & H. Asmuran dari Kec. Kaubun,
2. Sebagai Peringkat I kategori KUA  Teladan I, Se Kabupaten Kutai Timur 2014, 
3. Sebagai Peringkat I Karya Ilmiah Penghulu, Rusdian Noor, Tingkat Kab Kutai Timur 2014.

Sedangkan urutan peringkat lain masing-masing disabet oleh; Siti Bahrah & Abidin dari Kec. Sangatta Selatan Teladan II, dan Teladan III, Tusriyati & Munasir dari Kec. Kongbeng. Penulis Karya Ilmiah Teladan II KUA Kec. Muara Bengkal (M. Sulchan Arif) dan Teladan III KUA Kec. Sangkulirang (H. Syarifuddin Nuur). Untuk lomba karya ilmiah penghulu terpilih sebagai teladan I, Rusdian Noor, teladan II, Ahmadi dan teladan III, Imtiqa’. Selain itu pula dikukuhkan pula lomba baca kitab kuning terbaik tingkat dewasa dengan menjadi teladan I Imam Ghozali, Teladan II Sudirman, dan teladan III Ahmad dan pada tingkat anak-anak terpilih Nur Jannah, Masruroh dan Nur Aisyah serta Dedi Ariska Wardana sebagai terbaik I.

H. Ardiansyah Sulaiman dalam sambutannya mengucapkan “selamat atas terpilihnya para teladan-teladan pada masing-masing perlombaan tersebut, yang telah di seleksi dan di nilai oleh dewan penilai yang berkompeten dari Kantor Kementerian Agama Kutai Timur. Terpilihnya para teladan tersebut bukanlah penilaian atas poin yang tertinggi dalam acuannya. Namun, terpilihnya para teladan tersebut menjadikan mereka sebagai yang terbaik pada di tiap kecamatan mereka masing-masing dan dapat memberikan contoh yang baik kepada masyarakat setempat”.

Namun, guna mengangkat nama daerah khususnya daerah Kutai Timur, maka dipilihlah yang paling terbaik dari para teladan tersebut guna diikutsertakan ke tingkat yang lebih lagi yakni pada ajang pemilihan yang sama untuk tingkat Prov. Kalimantan Timur dan selanjutnya di tingkat Nasional nantinya.

Dalam kesempatan tersebut, tampak hadir seluruh jajaran pegawai Kantor Kemenag Kutai Timur beserta seluruh Kepala KUA se-Kutai Timur dan undangan lainnya serta para pengurus DWP Pemerintah Kutai Timur dan disaksikan pula oleh calon Jama’ah Haji Kutai Timur.
 
"Selamat untuk Pak Rusdi dan KUA Kec Kaubun, semoga semakin Profesional dan Amanah". Amin

Senin, 02 Juni 2014

BIAYA PERNIKAHAN DI MATA MASYARAKAT

 Tulisan di muat di: http://gagasanhukum.wordpress.com/tag/kua-dan-transparansi-biaya-pernikahan/


Kantor Urusan Agama (KUA) adalah satuan unit terdepan dari birokrasi Kementerian Agama yang berada di tingkat Kecamatan, yang sering disebut sebagai ujung tombak Kementerian Agama yang secara langsung berhadapan dengan masyarakat untuk memberikan pelayanan dan pembinaan khususnya di bidang pernikahan, rujuk dan juga di bidang kegamaan serta ibadah sosial lainnya. Sebagai implementasi dari KMA Nomor 517 tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama, maka KUA memiliki tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama dibidang urusan Agama Islam di wilayah Kecamatan tertentu.

Dalam pelaksanaannya, keberadaan KUA tidak hanya melakukan pencatatan dan pernikahan, tetapi juga melakukan pembinaan keagamaan di tingkat Kecamatan. Sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 tentang pencatatan nikah, dijelaskan pula bahwa banyak tugas yang harus dilakukan oleh KUA; antara lain pembinaan kepenghuluan, keluarga sakinah, ibadah sosial, produk halal, kemitraan, zakat, wakaf, ibadah haji dan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, KUA juga banyak berperan dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan beragama di kalangan masyrakat.

Meski sedemikian luas peran dan fungsi KUA, namun tak pelak di tengah-tengah masyarakat seakan terbentuk stigma bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) hanya mengurusi persoalan pernikahan, talak dan rujuk. Stereotipe semakin berkembang, akhirnya KUA dinilai hanya sebagai lembaga untuk melegalkan pernikahan maupun perceraian tanpa tugas pembinaan keagamaan lainnya.

Permasalahan bertambah pelik ketika oleh KPK, KUA disinyalir sebagai salah satu kantung korupsi di bawah kementrian agama. Indeks perilaku korupsi yang ada di Kemenag hanya berkisar pada 5,3 dibawah Kemenakertrans. Sebagai tambahan informasi, KPK menyorot KUA sebagai lembaga yang telah lama melakukan gratifikasi. Hal ini berujung pada ditahannya Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kota Kediri, Romli, oleh Petugas Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri pada Oktober 2013 lalu.

Romli dituduh menggelembungkan biaya nikah dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat soal tarif resmi pencatatan nikah. Dia memungut biaya sebesar Rp 225.000 untuk pernikahan di luar kantor dan Rp 175.000 di dalam kantor. Padahal, tarif sebenarnya hanya Rp 30.000.
Lebih jauh, dari nominal tersebut Romli didakwa mendapatkan jatah Rp 50.000 sebagai petugas pencatat nikah plus Rp 10.000 sebagai insentif kepala KUA. Romli diduga menerima gratifikasi senilai Rp 36 juta atas biaya pencatatan nikah di luar ketentuan yang ada dalam kurun waktu satu tahun pada 2012.

Kasus di atas tentu tidak serta merta muncul, namun menggejala secara perlahan di masyarakat dan terakumulasi dengan ketidakpahaman masyarkat terkait biaya pernikahan. Nikah yang dicatatkan di KUA dianggap tidak sesuai dengan tarif resminya dan apabila tarif yang diminta melebihi ketentuan resmi, dianggapnya pegawai KUA menerima gratifikasi (korupsi). Pertanyaanya adalah, bagaimanakah sebenarnya aturan pembiayaan pencataan pernikahan di KUA ini?. Serta berapa besar biaya pernikahan di KUA yang mesti dikeluarkan?.

Artikel ini hendak menjelaskan kepada publik tentang hal ikhwal biaya pernikahan, dengan tujuan menjelaskan biaya pernikahan di KUA dan mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga pernikahan yang lebih dikenal dengan istilah Kantor Urusan Agama (KUA).

Pencatatan Nikah di Masyarakat
Pada dasarnya pencatatan nikah melalui KUA yang diinginkan oleh masyarakat dan berlaku luas di masyarakat muslim Indonesia ada dua macam, yaitu pertama, pencatatan nikah di Balai Nikah atau di KUA, pencatatan ini dilaksankan di KUA atau Balai Nikah pada hari kerja dan pada jam kerja kantor. Pernikahan model pertama ini dilaksanakan pada hari-hari yang bukan hari libur dan pada jam kerja yaitu pukul 07.00 s.d. 15.30 atau 16.00 pada hari Jum’at. Pencatatan nikah di kantor KUA ini tidak menimbulkan over beban kerja, maupun beban transportasi bagi PPN.

Kedua, pencatatan nikah di luar KUA. Dan, model kedua inilah yang sering berlaku di tengah masyarakat yang mempunyai setumpuk kegiatan, terlebih kegiatan dalam rangka persiapan pernikahan. Mereka disibukkan dengan seremoni dan setumpuk agenda acara resepsi pernikahan sehingga tidak sempat melakukan pendaftaran sendiri ke KUA, alih-alih melakukan penyetoran biaya nikah secara pribadi ke bank yang ditunjuk.

Pada model pencatatan nikah yang kedua inilah mulai timbul cost atau biaya tertentu atau biaya tambahan dari jumlah 30 ribu menjadi 2 atau 3 kali lipat. Dan ternyata sebagaian besar masyarakat memilih alternatif ke dua ini, yakni mengandalkan jasa pegawai pencatan pernikahan (PPN). Hal ini ditambah lagi banyak pasangan pengantin yang memilih melaksanakan pernikahan pada hari libur dan bahkan pada malam hari, di luar jam kerja KUA. Sebagai perbandingan, bahwa pencatatan nikah di Kantor dan di luar kantor mencapai kisaran 10 % nikah di KUA dan 90 % nikah diluar KUA .

Solusi Biaya Pernikahan
Terkait fenomena pernikahan di luar kantor urusan agama (KUA) dan keluhan masyarakat akan biaya pernikahan tersebut, Kemenag RI bertindak cepat, yakni dengan tujuan menyelamatkan SDM di bawah KUA dan mengembalikan kepercayaan publik kepada lemabaga KUA secara umum. Hal ini diterangkan melalui penyusunan draft biaya baru pernikahan oleh Bahrul Hayat, “Draftnya sudah jadi, jika tidak ada halangan mungkin satu atau dua bulan lagi sudah disahkan,” kata Sekjen Kemenag, Bahrul Hayat di kantornya Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, lansir Hidayatullah.com Kamis (30/01/2014).

Biaya pencatatan nikah diproyeksikan dengan besaran yang sama untuk wilayah Indonesia, yakni Kemenag menetapkan sebesar Rp 600 ribu per pernikahan. Tarif pencatatan nikah ini akan dibedakan antara yang berlangsung di Kantor Urusan Agama (KUA) dan di luar KUA. Hal ini dilakukan agar pegawai di KUA bersih dari gratifikasi dan Kemenag tidak dicap korupsi. Bahrul menambahkan “Limapuluh ribu untuk di KUA dan enamratus ribu rupiah di luar KUA. Ini dilakukan agar masyarakat tidak bertanya-tanya lagi,”.

Terakhir, terlepas dari peraturan baru tentang pembiayaan pernikahan di atas, mari kita berfikir lebih adil dan arif, sebenarnya tidak ada permasalahan sedikitpun, antara Calon pengantin sebagai masyarakat yang dilayani dengan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang menjadi pelayan. PPN adalah PNS di Kemenag yang diberi tugas melayani masyarakat dalam hal Pencatatan Nikah dan Rujuk, jam kerja PPN pun telah ditentukan oleh Kemenag yaitu sebagaimana telah saya sebut di atas, adapun diluar jam dinas, PPN adalah tenaga ahli dalam bidangnya seperti juga misalnya para profesional yang lain, dokter, bidan, tenaga medis lainnya, dosen, guru dll, mereka adalah juga para profesional yang jam kerjanya diatur oleh peraturan peraturan juklak serta juknis.
Pada dasarnya, masyarakat muslim di indonesia dan pegawai KUA adalah bagian integral misi keislaman di dunia, artinya pegawai KUA dengan prinsip kerja mempermudah (yassiru wala tu’assiru) semestinya diimbangi dengan pemahaman masyarakat pengguna jasa mereka, yakni dengan berterimakasih atas bantuan mereka, disamping karena nikmat pernikahan yang akan segera mereka rasakan (fa’amma bini’mati rabbika fa haddis). Wa Allahu a’lamu…(Email: kaubun.kua@gmail.com)

ISSN 1979-9373

KUA Kaubun Raih Anugerah KUA Teladan Tingkat Kabupaten Kutai Timur

Rombongan Tim Penilai KUA Teladan Provinsi Kalimantan Timur saat bercengkerama dengan Kepala Kemenag Kutim dan Kepala KUA Kaubun
Kutai Timur (Humas). Setelah ditetapkan sebagai KUA Teladan Tingkat Kabupaten Kutai Timur beberapa waktu yang lalu, akhirnya tim penilai KUA Teladan dan Keluarga Sakinah Tingkat Prov. Kaltim melakukan penilaian di KUA Kec. Kaubun pada senin, (05/05).

Kedatangan tim penilai ini langsung di sambut oleh Kepala Kantor Kemenag Kutai Timur, H. Fahmi Rasyad dan sekaligus mendampingi tim ke Kec. Kaubun.
Tim penilai yang dipimpin H. Johan Marpaung, Kasi Kepenghuluan dan Pembinaan KUA, Kanwil Kemenag Prov. Kaltim berjumlah lima orang yang termasuk penilai untuk Keluarga Sakinah. Adapun penilaian untuk KUA Teladan dipimpin H. Johan Marpaung dan untuk Keluarga Sakinah dipimpin oleh H. Hadi Sulaiman.

Untuk KUA Teladan, penilaian mencakup profil KUA, administrasi Kantor, SDM Kepala Kantor,
program
kerja dan beberapa hal lainnya yang termasuk penting. Sedangkan penilaian untuk Keluarga Sakinah sama halnya seperti tahun pelaksanaan sebelumnya, yakni melalui tahapan tes tertulis, wawancara, dan observasi lapangan.
Adapun yang menjadi terbaik pada KUA Teladan tahun ini berasal dari Kec. Kaubun yang dikepalai oleh Rusdian Noor dan secara bersamaan pula untuk Keluarga Sakinah Terbaik jatuh pada salah seorang warga Kaubun sendiri, yakni H. Asmuran dan Hj. Rupidah. (fds)

Senin, 05 Mei 2014

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH PENGHULU TINGKAT KABUPATEN


PERAN STRATEGIS KUA DALAM MENCIPTAKAN KELUARGA SAKINAH DI KEC KAUBUN
(Juara I dalam Karya Tulis Ilmiah Penghulu Tingkat Kabupaten)
Karya Tulis Ilmiah
Oleh: Rusdian Noor, S.Ag., M.Pd
LogoBesar-depag

  
Karya Tulis Ilmiah Disusun Dalam Rangka Lomba Karya Tulis Penghulu Tingkat Kabupaten
Tahun 2014


KUA KEC KAUBUN
KANTOR KEMENTRIAN AGAMA KUTAI TIMUR
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
               Menurut undang-undang RI nomor 1 tahun 1974 pengertian dan tujuan perkawinan terdapat dalam satu pasal, yaitu bab 1 pasal 1 menetapkan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga, keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian jelas bahwa diantara tujuan pernikahan adalah membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
               Sebuah masyarakat di negara manapun adalah kumpulan dari beberapa keluarga. Apabila keluarga kukuh, maka masyarakat akan bersih dan kukuh. Namun apabila rapuh, maka rapuhlah masyarakat. Menikah memang tidaklah sullit, tetapi membangun keluarga sakinah bukan sesuatu yang mudah. Pekerjaan membangun, pertama harus didahului dengan adanya gambar yang merupakan konsep dari bangunan yang diinginkan. Demikian juga membangun keluarga sakinah, terlebih dahulu orang harus memiliki konsep tentang keluarga sakinah.
               Al-Qur’an mensyariatkan agar umat Islam membangun keluarga yang sakinah dan  kuat untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang dapat memelihara aturan-aturan Allah dalam kehidupan. Aturan yang ditawarkan oleh Islam menjamin terbinanya keluarga bahagia, lantaran nilai kebenaran yang dikandunginya, serta keselarasannya yang ada dalam fitrah manusia. Hal demikianlah yang mendasari kami menulis makalah ini. Pada makalah ini akan diuraikan tentang keluarga sakinah, dan konsep-konsep cara membangun keluarga sakinah berdasarkan Al-Qur’an.
               Guna menggapai sebuah keluarga yang ideal, tentu diperlukan proses. Demikian juga dalam membangun keluarga, diawali dengan memilih pasangan untuk dijadikan teman hidup. Memilih pasangan dalam konteks modern lebih dikenal dengan istilah bergaul; pergaulan untuk diteruskan ke jenjang yang lebih kuat yakni tali pernikahan.
               Pergaulan sendiri adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.                                                                   Oleh karenanya, al-Qur’an menerangkan dengan jelas tentang arti pergaulan ini:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ                                    
“Hai Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat [49]:13)
           Lebih jauh, bingkai proses menuju sebuah keluarga ini harus dilalui melalui beberapa tahapan, yakni:
Pertama,  ta’aruf (تعارف ). Ta’aruf adalah usaha untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Ta’aruf ini menjadi suatu yang wajib ketika seseorang akan melangkah untuk membina hubungan serius dengan calon pasangannya. Dengan ta’aruf seseorang dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri calon yang hendak ia pilih
Kedua, Tafahum( تفهم ), saling memahami. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus dilakukan ketika seseorang telah serius menetapkan hati untuk membeni keluarga. Hal ini karena setelah seseorang mengenal calonnya pastilah akan mengetahui yang ia sukai maupun yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam memilih pasangan. m
Ketiga, Ta’awun, ( تعاوون  ), saling tolong menolong.  Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada pasangan. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa.  Ta’aruf, tafahum, dan ta’awun  ini menjadi bagian penting yang harus dilakukan oleh seseorang untuk tujuan membina keluarga idaman yang diharapkan.
Sementara, bagi KUA sebagai kepanjangan tangan dari Kantor Kementerian Agama di bidang urusan Agama Islam di tingkat wilayah kecamatan, maka dalam pelaksanaannya, keberadaan KUA tidak hanya melakukan pencatatan dan pernikahan, tetapi juga melakukan pembinaan keagamaan di tingkat Kecamatan. Hal ini diatur dalam  Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 tentang pencatatan nikah, dijelaskan bahwa banyak tugas yang harus dilakukan oleh KUA; antara lain pembinaan kepenghuluan, keluarga sakinah, ibadah sosial, produk halal, kemitraan, zakat, wakaf, ibadah haji dan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, KUA juga banyak berperan dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan beragama di kalangan masyarakat. Beberapa langkahpun telah di ambil oleh jajaran KUA dalam rangka meningkatkan pelayanan dan bimbingan di bidang keagamaan.
Terkhusus di bidang pembinaan keluarga sakinah ini, maka telah diatur melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 517 tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan, maka tugas dan peran KUA adalah: Pertama, Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi. Kedua, Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga. Ketiga, Menyelenggarakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, ibadah sosial, pengembangan keluarga sakinah, dan kependudukan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimas Islam.
Fungsi poin ketiga, menggambarkan bahwa beban kerja KUA Kecamatan bukan hanya maslah pernikahan saja, namun juga masalah ibadah sosial lainnya. Sebagai lembaga yang berwenang dalam melakukan pencatatan pernikahan dalam wilayah Kecamatan, maka eksistensi KUA Kecamatan tidak hanya menyangkut urusan birokrasi, namun juga keabsahan sebuah pernikahan antara pria dan wanita muslim, baik dalam tinjauan dunia dan akhirat. Persyaratan administrasi harus dipenuhi agar tidak terjadi pemalsuan data terkait dengan pasangan calon pengantin dan menjamin keabsahan nikah agar sesuai dengan syariat agama Islam. Selain itu juga pembinaan pasangan pengantin pasca pernikahan juga menjadi bidang tugas yang tidaklah mudah, utamanya dalam turut serta mendorong terwujudnya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
Usaha-usaha di atas adalah usaha yang harus dilakukan oleh calon pengantin, juga terkait peran yang harus diemban oleh KUA untuk lebih memantapkan tercapainya tujuan pernikahan yakni sebuah keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Namun usaha pra pernikahan tersebut dan peran serta KUA untuk membina keluarga sakinah tentu tidak berhenti secara administratif saja. Banyak hal yang harus diusahakan oleh pasangan suami-istri; bisa dengan melalui bimbingan KUA, guna menciptakan keluarga idaman, yakni keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah.
B.   Rumusan Masalah
            Dari latar belakang di atas, karya ilmiah ini merumuskan beberapa persoalan sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah pengertian keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah ?
2.      Bagaimanakah Peran KUA dalam menciptakan keluarga sakinah, mawadah wa rahamah?
3.      Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat terciptanya keluarga sakinah mawadah wa rahamah?
C.   Tujuan dan Manfaat
1.      Tujuan Penulisan
                  Penulisan karya ilmiah ini bertujuan:
a.       Untuk mengetahui bagaimanakah pengertian keluarga sakinah mawadah wa rahmah
b.       Untuk mengetahui peran KUA dalam menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah.
c.       Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat terciptanya keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah.
 2.       Manfaat Penulisan
       Manfaat penulisan karya ilmiah ini ada dua yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis.
a.       Manfaat teoritis
            Diharapkan melalui karya ilmiah ini lahir teori-teori tentang upaya penciptaan keluarga sakinah mawadah wa rahmah melalui peran KUA. Karya ilmiah ini secara teoritis juga diharap bisa menambah pemikiran di bidang pernikahan dan kekeluargaan.
b.      Manfaat praktis
            Melalui karya ilmiah ini secara praktis diharapkan bisa menjadi rujukan bagi calon pengantin dan pegawai di KUA dalam upaya menciptakan keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah.
D.   Sistematika Penulisan
          Data-data yang telah dikaji disampaikan dalam bentuk laporan penulisan dengan menyusunnya dalam bentuk bab demi bab. Bab pertama berisi tentang pendahuluan meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan serta sistematika penulisan. Bab kedua, berisi tentang kajian teoritis dan metodologi penulisan meliputi kajian teoritis, kerangka berfikir dan metodologi penulisan. Bab ketiga, Analisis dan Pembahasan, meliputi deskripsi dan analisis masalah. Bab keempat, berisi kesimpulan meliputi kesimpulan dan saran.


BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENULISAN
A.    Kajian Teoritis
1.      Pengertian Keluarga
      Keluarga secara sinonim ialah rumah tangga, dan keluarga adalah satu institusi sosial yang berasas karena keluarga menjadi penentu (determinant) utama tentang apa jenis warga masyarakat. Keluarga menyuburi (nurture) dan membentuk (cultivate) manusia yang budiman, keluarga yang sejahtera adalah tiang dalam pembinaan masyarakat.
      Menurut Zaleha Muhammad, perkataan ‘keluarga’ ialah komponen masyarakat yang terdiri dari pada suami, istri dan anak-anak atau suami dan istri saja (sekiranya pasangan masih belum mempunyai anak baik anak kandung/angkat atau pasangan terus meredhai kehidupan dengan tanpa dihiasi dengan gelagat kehidupan anak-anak). Pengertian ini hampir sama dengan pengertian keluarga yang dijelaskan oleh Zakaria Lemat yaitu, keluarga merupakan kelompok paling kecil dalam masyarakat, sekurang kurangnya dianggotai oleh suami dan istri atau ibu bapak dan anak-anak. Ia adalah asas pembentukan sebuah masyarakat. Kebahagiaan masyarakat adalah bergantung kepada setiap keluarga yang menganggotai masyarakat[1].
      William J. Goode menjelaskan keluarga sebagai suatu unit sosial yang ekspresif atau emosional, ia bertugas sebagai agensi instrumental untuk struktur sosial yang lebih besar, kesemua institusi dan agensi lain bergantung kepada sumbangannya. Misalnya, tingkah laku peranan yang dipelajari dalam keluarga menjadi tingkah laku yang diperlukan dalam segmen masyarakat lain.
2.      Fungsi Keluarga
      Masyarakat adalah cerminan kondisi keluarga, jika keluarga sehat berarti masyarakatnya juga sehat. Jika keluarga bahagia berarti masyarakatnya juga bahagia. Selain sebagai penentu kondisi masyarakat tersebut, keluarga juga mempunyai beberapa fungsi lain dari sudut pandang yang berbeda, yaitu :
a.       Fungsi Reproduksi, artinya keluarga mempunyai fungsi produksi, karena keluarga dapat menghasilkan keturunan secara sah.
b.      Fungsi Ekonomi, yang berupa kesatuan ekonomi mandiri, anggota keluarga mendapatkan dan membelanjakan harta untuk memenuhi keperluan
c.       Fungsi Protektif, artinya keluarga harus senantiasa melindungi anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis dan psiko sosial. Masalah salah satu anggota merupakan masalah bersama seluruh anggota keluarga.
d.      Fungsi Rekreatif. Maksudnya adalah keluarga merupakan pusat rekreasi bagi para anggotanya. Kejenuhan dapat dihilangkan ketika sedang berkumpul atau bergurau dengan anggota keluarganya.
e.      Fungsi Afektif, maksdunya Keluarga memberikan kasih sayang, pengertian dan tolomg menolong diantara anggota keluarganya, baik antara orang tu terhadap anak-anaknya maupun sebaliknya.
f.       Fungsi Edukatif. Dengan makna melalui Keluarga seseorang dapat memberikan pendidikan kepada anggotanya, terutama kepada anak-anak agar anak-anak tumbuh menjadi anak yang mempunyai budi pekerti luhur. Sehingga keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling utama.
3.      Pengertian Keluarga Sakinah
            Menurut kaidah bahasa Indonesia, sakinah mempunyai arti kedamaian, ketentraman,
ketenangan, kebahagiaan. Jadi keluarga sakinah mengandung makna keluarga yang diliputi 
rasa damai, tentram, juga. Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam 
kehidupan keluarga. 
      Keluarga sakinah juga sering disebut sebagai keluarga yang bahagia. Menurut pandangan Barat, keluarga bahagia atau keluarga sejahtera ialah keluarga yang memiliki dan menikmati segala kemewahan material. Anggota-anggota keluarga tersebut memiliki kesehatan yang baik yang memungkinkan mereka menikmati limpahan kekayaan material. Bagi mencapai tujuan ini, seluruh perhatian, tenaga dan waktu ditumpukan kepada usaha merealisasikan kecapaian kemewahan kebendaan yang dianggap sebagai perkara pokok dan prasyarat kepada kesejahteraan.[2]
      Pandangan yang dinyatakan oleh Barat jauh berbeda dengan konsep keluarga bahagia atau keluarga sakinah yang diterapkan oleh Islam. Menurut Hasan Moh Ali asas kepada kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga di dalam Islam terletak kepada ketaqwaan kepada Allah SWT[3]. Keluarga bahagia adalah keluarga yang mendapat keridhaan Allah SWT. Allah SWT ridha kepada mereka dan mereka redha kepada Allah SWT. Firman Allah SWT: “Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada- Nya, yang demikian itu, bagi orang yang takut kepada-Nya”. (Surah Al-Baiyyinah : 8).
      Menurut Paizah Ismail, keluarga bahagia ialah suatu kelompok sosial yang terdiri dari suami istri, ibu bapak, anak pinak, cucu cicit, sanak saudara yang sama-sama dapat merasa senang terhadap satu sama lain dan terhadap hidup sendiri dengan gembira, mempunyai objektif  hidup baik secara individu atau secara bersama, optimistik dan mempunyai keyakinan terhadap sesama sendiri.
      Dengan demikian, keluarga sakinah ialah kondisi sebuah keluarga yang sangat ideal yang terbentuk berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kebendaan bukanlah sebagai ukuran untuk membentuk keluarga bahagia sebagaimana yang telah dinyatakan oleh negara Barat.
4.      Ciri-Ciri Keluarga Sakinah
      Pada dasarnya, keluarga sakinah sukar diukur karena merupakan satu perkara yang abstrak dan hanya boleh ditentukan oleh pasangan yang berumahtangga. Namun, terdapat beberapa ciri-ciri keluarga sakinah, diantaranya :
a.       Rumah Tangga Didirikan Berlandaskan Al-Quran Dan Sunnah
            Asas yang paling penting dalam pembentukan sebuah keluarga sakinah ialah rumah tangga yang dibina atas landasan taqwa, berpandukan Al-Quran dan Sunnah dan bukannya atas dasar cinta semata-mata. Ia menjadi panduan kepada suami istri sekiranya menghadapi perbagai masalah yang akan timbul dalam kehidupan berumahtangga.
                                     Firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa’ ayat 59 yang artinya :
Kemudian jika kamu selisih faham / pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasulullah (Sunnah)”.
b.      Rumah Tangga Berasaskan Kasih Sayang (Mawaddah Warahmah)
Tanpa ‘al-mawaddah’ dan ‘al-Rahmah’, masyarakat tidak akan dapat hidup dengan tenang dan aman terutamanya dalam institusi kekeluargaan. Dua perkara ini sangat-sangat diperlukan kerana sifat kasih sayang yang wujud dalam sebuah rumah tangga dapat melahirkan sebuah masyarakat yang bahagia, saling menghormati, saling mempercayai dan tolong-menolong. Tanpa kasih sayang, perkawinan akan hancur, kebahagiaan hanya akan menjadi angan-angan saja.
c.       Mengetahui Peraturan Berumahtangga
Setiap keluarga seharusnya mempunyai peraturan yang patut dipatuhi oleh setiap ahlinya yang mana seorang istri wajib taat kepada suami dengan tidak keluar rumah melainkan setelah mendapat izin, tidak menyanggah pendapat suami walaupun si istri merasakan dirinya betul selama suami tidak melanggar syariat, dan tidak menceritakan hal rumahtangga kepada orang lain. Anak pula wajib taat kepada kedua orangtuanya selama perintah keduanya tidak bertentangan dengan larangan Allah.
Lain pula peranan sebagai seorang suami. Suami merupakan ketua keluarga dan mempunyai tanggung jawab memastikan setiap ahli keluarganya untuk mematuhi peraturan dan memainkan peranan masing-masing dalam keluarga supaya sebuah keluarga sakinah dapat dibentuk.
Firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa’: 34 yang artinya :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
d.             Menghormati dan Mengasihi Kedua Ibu Bapak
Perkawinan bukanlah semata-mata menghubungkan antara kehidupan kedua pasangan tetapi ia juga melibatkan seluruh kehidupan keluarga kedua belah pihak, terutamanya hubungan terhadap ibu bapak kedua pasangan. Oleh itu, pasangan yang ingin membina sebuah keluarga sakinah seharusnya tidak menepikan ibu bapak dalam urusan pemilihan jodoh, terutamanya anak lelaki. Anak lelaki perlu mendapat restu kedua ibu bapaknya karena perkawinan tidak akan memutuskan tanggungjawabnya terhadap kedua ibu bapaknya. Selain itu, pasangan juga perlu mengasihi ibu bapak supaya mendapat keberkatan untuk mencapai kebahagiaan dalam berumahtangga.
Firman Allah SWT yang menerangkan kewajiban anak kepada ibu bapaknya dalam Surah al-Ankabut : 8 yang artinya :
“Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepadadua orang ibu- bapanya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku khabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan
e.              Menjaga Hubungan Kerabat dan Ipar
     Antara tujuan ikatan perkawinan ialah untuk menyambung hubungan keluarga kedua belah pihak termasuk saudara ipar kedua belah pihak dan kerabat-kerabatnya. Karena biasanya masalah seperti perceraian timbul disebabkan kerenggangan hubungan dengan kerabat dan ipar.
5.      Cara Membangun Keluarga Sakinah
      Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata upaya mewujudkan keluarga yang sakinah bukanlah perkara yang mudah, ditengah-tengah arus kehidupan seperti ini,. Jangankan untuk mencapai bentuk keluarga yang ideal, bahkan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga saja sudah merupakan suatu prestasi tersendiri, sehingga sudah saat-nya setiap keluarga perlu merenung apakah mereka tengah berjalan pada koridor yang diinginkan oleh Allah dalam mahligai tersebut, ataukah mereka justru berjalan bertolak belakang dengan apa yang diinginkan oleh-Nya.
      Islam mengajarkan agar keluarga dan rumah tangga menjadi institusi yang aman, bahagia dan kukuh bagi setiap ahli keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan atau unit masyarakat yang terkecil yang berperan sebagai satu lembaga yang menentukan corak dan bentuk masyarakat. Institusi keluarga harus dimanfaatkan untuk membincangkan semua hal sama ada yang menggembirakan maupun kesulitan yang dihadapi di samping menjadi tempat menjana nilai-nilai kekeluargaan dan kemanusiaan. Kasih sayang, rasa aman dan bahagia serta perhatian yang dirasakan oleh seorang ahli khususnya anak-anak dalam keluarga akan memberi kepadanya keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk menghadapi berbagai persoalan hidupnya. Ibu bapak adalah orang pertama yang diharapkan dapat memberikan bantuan dan petunjuk dalam menyelesaikan masalah anak. Sementara seorang ibu adalah lambang kasih sayang, ketenangan dan juga ketenteraman.
             Al-Quran merupakan landasan dari terbangunnya keluarga sakinah, dan mengatasi 
permasalahan yang timbul dalam keluarga dan masyarakat. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga
sakinah itu ada lima, yaitu :
a.       memiliki kecenderungan kepada agama
b.      yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda
c.       sederhana dalam belanja
d.      santun dalam bergaul dan
e.       selalu introspeksi.
B.     Kerangka Berfikir
KUA sebagai lembaga keagamaan di Kecamatan, berperan menciptakan kebahagiaan pasangan suami isteri dalam sebuah ikatan pernikahan yang sakinah, mawadah warahmah. Peran ini adalah kepanjangan tangan dan penjabaran dari Misi Direktorat Urusan Agama Islam itu sendiri. Misi tersebut adalah Pelayanan Prima Dalam Pencatatan Pernikahan, Pengembangan Keluarga Sakinah, Pembinaan Jaminan Produk Halal, Pembinaan Ibadah Sosial Dan Kemitraan Umat.
Sayangnya, Realitas yang ada, Program-program Kementerian Agama baik tingkat Kanwil maupun Kabupaten, belum bisa berjalan dengan baik “Laa yamuutu wa laa yahyaa”, tidak bisa bermutu karena tidak ada biaya ketika dilaksanakan di KUA Kecamatan, sehingga terkesan program KUA hanya pelayanan pencatatan Nikah dan Rujuk saja.
       Lantas, Apa peran KUA dalam menciptakan Keluarga Sakinah?. Jawabannya adalah Lima 
Misi Direktorat Urusan Agama Islam itu sendiri yang harus di kembangkan dan diperjuangkan 
anggarannya secara proporsional  oleh pimpinan.  Memang, semua tugas besar tersebut menjadi 
tupoksi Bidang Urusan Agama Islam tentu juga sekaligus menjadi tugas KUA di Kecamatan. 
Tidak hanya itu, Pelayanan ibadah tahunan seperti Haji dan Zakat pun memerlukan peran aktif KUA 
sebagai garda terdepan Kementerian Agama. Mengapa? Karena ke lima misi itu adalah program hebat 
yang saling keterkaitan dan bersinergi. Sehingga dari situlah keluarga sakinah akan terwujud bahkan
 menjadi keluarga sakinah versi KUA.
C.    Metodologi Penulisan
            Penulisan karya ilmiah ini di dasarkan kepada kajian kepustakaan (library research). Oleh karena itu karya ilmiah ini bersifat kualitatif, yakni berusaha mengeksplorasi peranan KUA dalam menciptakan keluarga sakinah melalui data primer  yang berupa buku-buku pokok pernikahan (KHI, UU Perkawinan, dll), tupoksi KUA, dan kebijakan-kebijakan Kemenag tentang pernikahan, pembnaan keluarga dan segala hal seputaran tentangnya.  Sementara data sekunder karya ilmiah ini  berupa bahan-bahan yang berbentuk buku/monograf, terbitan berseri, majalah, brosur/pamflet atau karya tulis lain yang berkaitan pembentukan keluarga sakinah.