PERAN STRATEGIS
KUA DALAM MENCIPTAKAN KELUARGA SAKINAH DI KEC KAUBUN
(Juara I dalam
Karya Tulis Ilmiah Penghulu Tingkat Kabupaten)
Karya Tulis
Ilmiah
Oleh: Rusdian
Noor, S.Ag., M.Pd
Karya Tulis Ilmiah Disusun Dalam
Rangka Lomba Karya Tulis Penghulu Tingkat Kabupaten
Tahun 2014
KUA KEC KAUBUN
KANTOR
KEMENTRIAN AGAMA KUTAI TIMUR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Menurut undang-undang RI nomor 1 tahun 1974 pengertian
dan tujuan perkawinan terdapat dalam satu pasal, yaitu bab 1 pasal 1 menetapkan
bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga, keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian jelas
bahwa diantara tujuan pernikahan adalah membentuk sebuah rumah tangga yang
sakinah, mawaddah dan warahmah.
Sebuah
masyarakat di negara manapun adalah kumpulan dari beberapa keluarga. Apabila
keluarga kukuh, maka masyarakat akan bersih dan kukuh. Namun apabila rapuh,
maka rapuhlah masyarakat. Menikah memang tidaklah sullit, tetapi membangun
keluarga sakinah bukan sesuatu yang mudah. Pekerjaan membangun, pertama harus
didahului dengan adanya gambar yang merupakan konsep dari bangunan yang
diinginkan. Demikian juga membangun keluarga sakinah, terlebih dahulu orang
harus memiliki konsep tentang keluarga sakinah.
Al-Qur’an
mensyariatkan agar umat Islam membangun keluarga yang sakinah dan kuat untuk membentuk suatu tatanan masyarakat
yang dapat memelihara aturan-aturan Allah dalam kehidupan. Aturan yang
ditawarkan oleh Islam menjamin terbinanya keluarga bahagia, lantaran nilai kebenaran
yang dikandunginya, serta keselarasannya yang ada dalam fitrah manusia. Hal
demikianlah yang mendasari kami menulis makalah ini. Pada makalah ini akan
diuraikan tentang keluarga sakinah, dan konsep-konsep cara membangun keluarga
sakinah berdasarkan Al-Qur’an.
Guna
menggapai sebuah keluarga yang ideal, tentu diperlukan proses. Demikian juga
dalam membangun keluarga, diawali dengan memilih pasangan untuk dijadikan teman
hidup. Memilih pasangan dalam konteks modern lebih dikenal dengan istilah
bergaul; pergaulan untuk diteruskan ke jenjang yang lebih kuat yakni tali
pernikahan.
Pergaulan
sendiri adalah satu cara
seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain
menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi
setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang
aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena
memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam
kehidupannya. Oleh karenanya,
al-Qur’an menerangkan dengan jelas tentang arti pergaulan ini:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat
[49]:13)
Lebih jauh, bingkai proses menuju
sebuah keluarga ini harus dilalui melalui beberapa tahapan, yakni:
Pertama, ta’aruf (تعارف ). Ta’aruf adalah usaha untuk saling mengenal satu dengan
yang lainnya. Ta’aruf ini menjadi suatu yang wajib ketika seseorang akan
melangkah untuk membina hubungan serius dengan calon pasangannya. Dengan ta’aruf
seseorang dapat membedakan
sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri calon yang hendak ia pilih.
Kedua, Tafahum(
تفهم ), saling
memahami. Memahami,
merupakan langkah kedua yang harus dilakukan
ketika seseorang telah serius menetapkan hati untuk membeni keluarga.
Hal ini karena setelah seseorang mengenal calonnya pastilah akan
mengetahui yang ia sukai maupun yang ia benci. Inilah
bagian terpenting dalam memilih pasangan.
m
Ketiga, Ta’awun, ( تعاوون ), saling tolong menolong. Setelah mengenal
dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun
(saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta
pada diri seseorang kepada pasangan.
Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam
kebaikan dan takwa. Ta’aruf,
tafahum, dan ta’awun ini menjadi bagian penting yang harus dilakukan
oleh seseorang untuk tujuan membina keluarga idaman yang diharapkan.
Sementara, bagi KUA sebagai kepanjangan tangan dari Kantor Kementerian Agama di bidang urusan
Agama Islam di tingkat wilayah kecamatan, maka dalam pelaksanaannya, keberadaan
KUA tidak hanya melakukan pencatatan dan pernikahan, tetapi juga melakukan
pembinaan keagamaan di tingkat Kecamatan. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004
tentang pencatatan nikah, dijelaskan bahwa banyak tugas yang harus dilakukan
oleh KUA; antara lain pembinaan kepenghuluan, keluarga sakinah, ibadah sosial,
produk halal, kemitraan, zakat, wakaf, ibadah haji dan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, KUA juga banyak berperan dalam upaya peningkatan
kualitas kehidupan beragama di kalangan masyarakat.
Beberapa langkahpun telah di ambil oleh jajaran KUA dalam rangka meningkatkan
pelayanan dan bimbingan di bidang keagamaan.
Terkhusus di bidang pembinaan keluarga sakinah ini,
maka telah diatur melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 517 tahun 2001 tentang Penataan Organisasi
Kantor Urusan Agama Kecamatan, maka tugas dan peran KUA adalah: Pertama, Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi.
Kedua, Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan,
pengetikan dan rumah tangga. Ketiga, Menyelenggarakan pencatatan nikah
dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, ibadah sosial,
pengembangan keluarga sakinah, dan kependudukan sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimas Islam.
Fungsi poin ketiga, menggambarkan bahwa beban kerja KUA Kecamatan bukan
hanya maslah pernikahan saja, namun juga masalah ibadah sosial lainnya. Sebagai
lembaga yang berwenang dalam melakukan pencatatan pernikahan dalam wilayah
Kecamatan, maka eksistensi KUA Kecamatan tidak hanya menyangkut urusan
birokrasi, namun juga keabsahan sebuah pernikahan antara pria dan wanita
muslim, baik dalam tinjauan dunia dan akhirat. Persyaratan administrasi harus dipenuhi agar tidak terjadi
pemalsuan data terkait dengan pasangan calon pengantin dan menjamin keabsahan
nikah agar sesuai dengan syariat agama Islam. Selain itu juga pembinaan
pasangan pengantin pasca pernikahan juga menjadi bidang tugas yang tidaklah
mudah, utamanya dalam turut serta mendorong terwujudnya keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah.
Usaha-usaha di atas adalah usaha yang harus dilakukan
oleh calon pengantin, juga terkait peran yang harus diemban oleh KUA untuk
lebih memantapkan tercapainya tujuan pernikahan yakni sebuah keluarga yang sakinah,
mawadah wa rahmah. Namun usaha pra pernikahan tersebut dan peran serta KUA untuk
membina keluarga sakinah tentu tidak berhenti secara administratif saja. Banyak
hal yang harus diusahakan oleh pasangan suami-istri; bisa dengan melalui
bimbingan KUA, guna menciptakan keluarga idaman, yakni keluarga yang sakinah,
mawadah wa rahmah.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di
atas, karya ilmiah ini merumuskan beberapa persoalan sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah pengertian keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah ?
2.
Bagaimanakah Peran KUA dalam menciptakan keluarga sakinah, mawadah wa
rahamah?
3.
Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat terciptanya keluarga sakinah
mawadah wa rahamah?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini
bertujuan:
a.
Untuk mengetahui bagaimanakah pengertian
keluarga sakinah mawadah wa rahmah
b.
Untuk mengetahui peran KUA dalam
menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah.
c.
Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat terciptanya keluarga yang sakinah
mawadah wa rahmah.
2.
Manfaat
Penulisan
Manfaat
penulisan karya ilmiah ini ada dua yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis.
a.
Manfaat teoritis
Diharapkan
melalui karya ilmiah ini lahir teori-teori tentang upaya penciptaan keluarga sakinah
mawadah wa rahmah melalui peran KUA. Karya ilmiah ini secara teoritis juga
diharap bisa menambah pemikiran di bidang pernikahan dan kekeluargaan.
b.
Manfaat praktis
Melalui
karya ilmiah ini secara praktis diharapkan bisa menjadi rujukan bagi calon
pengantin dan pegawai di KUA dalam upaya menciptakan keluarga yang sakinah
mawadah wa rahmah.
D. Sistematika Penulisan
Data-data yang telah dikaji
disampaikan dalam bentuk laporan penulisan dengan menyusunnya dalam bentuk bab
demi bab. Bab pertama berisi tentang
pendahuluan meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan serta sistematika penulisan. Bab kedua, berisi tentang
kajian teoritis dan metodologi penulisan meliputi kajian teoritis, kerangka berfikir dan metodologi
penulisan. Bab ketiga, Analisis
dan Pembahasan, meliputi
deskripsi dan analisis masalah. Bab
keempat, berisi kesimpulan
meliputi kesimpulan dan saran.
BAB
II
KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENULISAN
A.
Kajian Teoritis
1. Pengertian Keluarga
Keluarga secara sinonim ialah rumah tangga,
dan keluarga adalah satu institusi
sosial yang berasas
karena keluarga menjadi penentu (determinant) utama tentang apa
jenis warga masyarakat. Keluarga menyuburi (nurture) dan membentuk (cultivate)
manusia yang budiman, keluarga yang sejahtera adalah tiang dalam pembinaan
masyarakat.
Menurut Zaleha
Muhammad, perkataan ‘keluarga’ ialah komponen masyarakat yang terdiri dari pada
suami, istri dan anak-anak atau suami dan istri saja (sekiranya pasangan masih
belum mempunyai anak baik anak kandung/angkat atau pasangan terus meredhai
kehidupan dengan tanpa dihiasi dengan gelagat kehidupan anak-anak). Pengertian
ini hampir sama dengan pengertian keluarga yang dijelaskan oleh Zakaria Lemat
yaitu, keluarga merupakan kelompok paling kecil dalam masyarakat, sekurang
kurangnya dianggotai oleh suami dan istri atau ibu bapak dan anak-anak. Ia
adalah asas pembentukan sebuah masyarakat. Kebahagiaan masyarakat adalah
bergantung kepada setiap keluarga yang menganggotai masyarakat[1].
William J.
Goode menjelaskan keluarga sebagai suatu unit sosial yang ekspresif atau
emosional, ia bertugas sebagai agensi instrumental untuk struktur sosial
yang lebih besar, kesemua institusi dan agensi lain bergantung kepada
sumbangannya. Misalnya,
tingkah laku peranan yang dipelajari dalam keluarga menjadi tingkah laku yang
diperlukan dalam segmen masyarakat lain.
2. Fungsi
Keluarga
Masyarakat adalah cerminan kondisi keluarga,
jika keluarga sehat berarti masyarakatnya juga sehat. Jika keluarga bahagia berarti
masyarakatnya juga bahagia. Selain sebagai penentu kondisi masyarakat tersebut,
keluarga juga mempunyai beberapa fungsi lain dari sudut pandang yang berbeda,
yaitu :
a.
Fungsi
Reproduksi, artinya keluarga
mempunyai fungsi produksi, karena keluarga dapat menghasilkan keturunan secara
sah.
b.
Fungsi Ekonomi,
yang berupa kesatuan ekonomi
mandiri, anggota keluarga mendapatkan dan membelanjakan harta untuk memenuhi
keperluan
c.
Fungsi Protektif, artinya
keluarga harus
senantiasa melindungi anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis dan psiko sosial.
Masalah salah satu anggota merupakan masalah bersama seluruh anggota keluarga.
d.
Fungsi Rekreatif. Maksudnya
adalah keluarga
merupakan pusat rekreasi bagi para anggotanya. Kejenuhan dapat dihilangkan
ketika sedang berkumpul atau bergurau dengan anggota keluarganya.
e.
Fungsi Afektif,
maksdunya Keluarga
memberikan kasih sayang, pengertian dan tolomg menolong diantara anggota
keluarganya, baik antara orang tu terhadap anak-anaknya maupun sebaliknya.
f. Fungsi Edukatif.
Dengan makna melalui Keluarga seseorang dapat memberikan pendidikan kepada anggotanya, terutama
kepada anak-anak agar anak-anak tumbuh menjadi anak yang mempunyai budi pekerti
luhur. Sehingga keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling utama.
3. Pengertian Keluarga Sakinah
Menurut kaidah bahasa Indonesia, sakinah mempunyai arti kedamaian, ketentraman,
ketenangan, kebahagiaan. Jadi keluarga sakinah mengandung makna keluarga yang diliputi
rasa damai, tentram, juga. Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam
kehidupan keluarga.
Keluarga
sakinah juga sering disebut sebagai keluarga yang bahagia. Menurut pandangan
Barat, keluarga bahagia atau keluarga sejahtera ialah keluarga yang memiliki
dan menikmati segala kemewahan material. Anggota-anggota keluarga tersebut
memiliki kesehatan yang baik yang memungkinkan mereka menikmati limpahan
kekayaan material. Bagi mencapai tujuan ini, seluruh perhatian, tenaga dan waktu
ditumpukan kepada usaha merealisasikan kecapaian kemewahan kebendaan yang
dianggap sebagai perkara pokok dan prasyarat kepada kesejahteraan.[2]
Pandangan yang
dinyatakan oleh Barat jauh berbeda dengan konsep keluarga bahagia atau keluarga
sakinah yang diterapkan oleh Islam. Menurut Hasan Moh Ali asas kepada
kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga di dalam Islam terletak kepada ketaqwaan
kepada Allah SWT[3].
Keluarga bahagia adalah keluarga yang mendapat keridhaan Allah SWT. Allah SWT
ridha kepada mereka dan mereka redha kepada Allah SWT. Firman Allah SWT:
“Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada- Nya, yang demikian
itu, bagi orang yang takut kepada-Nya”. (Surah Al-Baiyyinah : 8).
Menurut Paizah
Ismail, keluarga bahagia ialah suatu kelompok sosial yang terdiri dari suami istri,
ibu bapak, anak pinak, cucu cicit, sanak saudara yang sama-sama dapat merasa
senang terhadap satu sama lain dan terhadap hidup sendiri dengan gembira,
mempunyai objektif hidup baik secara
individu atau secara bersama, optimistik dan mempunyai keyakinan terhadap
sesama sendiri.
Dengan
demikian, keluarga sakinah ialah kondisi sebuah keluarga yang sangat ideal yang
terbentuk berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai kebahagiaan di dunia
dan di akhirat. Kebendaan bukanlah sebagai ukuran untuk membentuk keluarga
bahagia sebagaimana yang telah dinyatakan oleh negara Barat.
4. Ciri-Ciri Keluarga Sakinah
Pada dasarnya,
keluarga sakinah sukar diukur karena merupakan satu perkara yang abstrak dan
hanya boleh ditentukan oleh pasangan yang berumahtangga. Namun, terdapat
beberapa ciri-ciri keluarga sakinah, diantaranya :
a.
Rumah Tangga Didirikan Berlandaskan Al-Quran Dan Sunnah
Asas yang paling penting dalam pembentukan sebuah keluarga sakinah ialah
rumah tangga yang dibina atas landasan taqwa, berpandukan Al-Quran dan Sunnah
dan bukannya atas dasar cinta semata-mata. Ia menjadi panduan kepada suami
istri sekiranya menghadapi perbagai masalah yang akan timbul dalam kehidupan
berumahtangga.
Firman Allah SWT
dalam Surat An-Nisa’ ayat 59 yang artinya :
“Kemudian jika kamu selisih faham / pendapat tentang
sesuatu, maka kembalilah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasulullah (Sunnah)”.
b.
Rumah Tangga Berasaskan Kasih Sayang (Mawaddah Warahmah)
Tanpa ‘al-mawaddah’ dan ‘al-Rahmah’,
masyarakat tidak akan dapat hidup dengan tenang dan aman terutamanya dalam
institusi kekeluargaan. Dua perkara ini sangat-sangat diperlukan kerana sifat
kasih sayang yang wujud dalam sebuah rumah tangga dapat melahirkan sebuah
masyarakat yang bahagia, saling menghormati, saling
mempercayai dan tolong-menolong. Tanpa kasih sayang, perkawinan akan hancur, kebahagiaan
hanya akan menjadi angan-angan saja.
c.
Mengetahui Peraturan Berumahtangga
Setiap keluarga seharusnya mempunyai peraturan yang patut
dipatuhi oleh setiap ahlinya yang mana seorang istri wajib taat kepada suami
dengan tidak keluar rumah melainkan setelah mendapat izin, tidak menyanggah
pendapat suami walaupun si istri merasakan dirinya betul selama suami tidak
melanggar syariat, dan tidak menceritakan hal rumahtangga kepada orang lain.
Anak pula wajib taat kepada kedua orangtuanya selama perintah keduanya tidak
bertentangan dengan larangan Allah.
Lain pula peranan sebagai seorang suami. Suami merupakan
ketua keluarga dan mempunyai tanggung jawab memastikan setiap ahli keluarganya
untuk mematuhi peraturan dan memainkan peranan masing-masing dalam keluarga
supaya sebuah keluarga sakinah dapat dibentuk.
Firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa’: 34 yang artinya :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah
Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara
(mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
d.
Menghormati dan
Mengasihi Kedua Ibu Bapak
Perkawinan bukanlah semata-mata menghubungkan antara
kehidupan kedua pasangan tetapi ia juga melibatkan seluruh kehidupan keluarga
kedua belah pihak, terutamanya hubungan terhadap ibu bapak kedua pasangan. Oleh
itu, pasangan yang ingin membina sebuah keluarga sakinah seharusnya tidak menepikan
ibu bapak dalam urusan pemilihan jodoh, terutamanya anak lelaki. Anak lelaki
perlu mendapat restu kedua ibu bapaknya karena perkawinan tidak akan memutuskan
tanggungjawabnya terhadap kedua ibu bapaknya. Selain itu, pasangan juga perlu
mengasihi ibu bapak supaya mendapat keberkatan untuk mencapai kebahagiaan dalam
berumahtangga.
Firman Allah SWT yang menerangkan kewajiban anak kepada
ibu bapaknya dalam Surah al-Ankabut : 8 yang artinya :
“Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepadadua orang ibu- bapanya.
dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu
Aku khabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan”
e.
Menjaga Hubungan Kerabat dan Ipar
Antara tujuan
ikatan perkawinan ialah untuk menyambung hubungan keluarga kedua belah pihak
termasuk saudara ipar kedua belah pihak dan kerabat-kerabatnya. Karena biasanya
masalah seperti perceraian timbul disebabkan kerenggangan hubungan dengan
kerabat dan ipar.
5. Cara Membangun Keluarga Sakinah
Dalam
kehidupan sehari-hari, ternyata upaya mewujudkan keluarga yang sakinah bukanlah
perkara yang mudah, ditengah-tengah arus kehidupan seperti ini,. Jangankan
untuk mencapai bentuk keluarga yang ideal, bahkan untuk mempertahankan keutuhan
rumah tangga saja sudah merupakan suatu prestasi tersendiri, sehingga sudah
saat-nya setiap keluarga perlu merenung apakah mereka tengah berjalan pada
koridor yang diinginkan oleh Allah dalam mahligai tersebut, ataukah mereka
justru berjalan bertolak belakang dengan apa yang diinginkan oleh-Nya.
Islam
mengajarkan agar keluarga dan rumah tangga menjadi institusi yang aman, bahagia
dan kukuh bagi setiap ahli keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan atau
unit masyarakat yang terkecil yang berperan sebagai satu lembaga yang
menentukan corak dan bentuk masyarakat. Institusi keluarga harus dimanfaatkan
untuk membincangkan semua hal sama ada yang menggembirakan maupun kesulitan
yang dihadapi di samping menjadi tempat menjana nilai-nilai kekeluargaan dan
kemanusiaan. Kasih sayang, rasa aman dan bahagia serta perhatian yang dirasakan
oleh seorang ahli khususnya anak-anak dalam keluarga akan memberi kepadanya
keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk menghadapi berbagai persoalan
hidupnya. Ibu bapak adalah orang pertama yang diharapkan dapat memberikan
bantuan dan petunjuk dalam menyelesaikan masalah anak. Sementara seorang ibu
adalah lambang kasih sayang, ketenangan dan juga ketenteraman.
Al-Qur’an merupakan landasan dari terbangunnya keluarga sakinah, dan mengatasi
permasalahan yang timbul dalam keluarga dan masyarakat. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga
sakinah itu ada lima, yaitu :
a. memiliki kecenderungan kepada agama
b. yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda
c. sederhana dalam belanja
d. santun dalam bergaul dan
e. selalu introspeksi.
B. Kerangka Berfikir
KUA sebagai lembaga keagamaan di
Kecamatan, berperan menciptakan kebahagiaan pasangan suami isteri dalam sebuah
ikatan pernikahan yang sakinah, mawadah warahmah. Peran ini adalah
kepanjangan tangan dan penjabaran dari Misi Direktorat Urusan Agama Islam itu
sendiri. Misi tersebut adalah Pelayanan Prima Dalam Pencatatan Pernikahan,
Pengembangan Keluarga Sakinah, Pembinaan Jaminan Produk Halal, Pembinaan Ibadah
Sosial Dan Kemitraan Umat.
Sayangnya,
Realitas yang ada, Program-program Kementerian Agama baik tingkat Kanwil maupun
Kabupaten, belum bisa berjalan dengan baik “Laa yamuutu wa laa yahyaa”, tidak bisa bermutu karena tidak
ada biaya ketika dilaksanakan di KUA Kecamatan, sehingga terkesan program KUA
hanya pelayanan pencatatan Nikah dan Rujuk saja.
Lantas, Apa peran KUA dalam menciptakan Keluarga Sakinah?. Jawabannya adalah Lima
Misi Direktorat Urusan Agama Islam itu sendiri yang harus di kembangkan dan diperjuangkan
anggarannya secara proporsional oleh pimpinan. Memang, semua tugas besar tersebut menjadi
tupoksi Bidang Urusan Agama Islam tentu juga sekaligus menjadi tugas KUA di Kecamatan.
Tidak hanya itu, Pelayanan ibadah tahunan seperti Haji dan Zakat pun memerlukan peran aktif KUA
sebagai garda terdepan Kementerian Agama. Mengapa? Karena ke lima misi itu adalah program hebat
yang saling keterkaitan dan bersinergi. Sehingga dari situlah keluarga sakinah akan terwujud bahkan
menjadi keluarga sakinah versi KUA.
C. Metodologi Penulisan
Penulisan
karya ilmiah ini di dasarkan kepada kajian kepustakaan (library research).
Oleh karena itu karya ilmiah ini bersifat kualitatif, yakni berusaha
mengeksplorasi peranan KUA dalam menciptakan keluarga sakinah melalui data primer
yang berupa buku-buku pokok pernikahan
(KHI, UU Perkawinan, dll), tupoksi KUA, dan kebijakan-kebijakan Kemenag tentang
pernikahan, pembnaan keluarga dan segala hal seputaran tentangnya. Sementara data sekunder karya ilmiah ini berupa bahan-bahan yang berbentuk
buku/monograf, terbitan berseri, majalah, brosur/pamflet atau karya tulis lain
yang berkaitan pembentukan keluarga sakinah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar